HALAMAN PENGESAHAN KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA.
( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur )
Penulis : FERZA IKA MAHENDRA, S.H.
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
Sumber : http://eprints.undip.ac.id/17405/1/FERZA_IKA_MAHENDRA.pdf
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Tinjauan Umum Tentang Hukum Waris
Dasar Hukum Waris
Di dalam lapangan hukum kewarisan sampai sekarang masih bersifat pluralistis. Hal ini dikarenakan hukum waris merupkan hukum yang sifatnya sensitif yaitu menyangkut kehidupan seseorang yang erat hubungannya dengan budaya, suku bangsa, agama, sosial dan adat istiadat serta sistem kekeluargaan dalam masyarakat Indonesia, sehingga pembaharuannya lebih sulit dilakukan dari pada hal – hal lain yang bersifat lebih netral, seperti misalnya ketentuan mengenai perseroan terbatas, penanaman modal, dan sebagainya.
Dengan demikian bidang hukum waris termasuk bidang hukum yang mengandung terlalu banyak halangan adanya komplikasi-komplikasi kulturil, keagamaan dan sosiologi3.
Selain itu terdapat beberapa masalah dalam pelaksanaan konsepsi hukum sebagai pembaharuan masyarakat. Di Indonesia dimana Undang –Undang merupakan cara pengaturan hukum yang utama pembaharuan masyarakat dengan jalan hukum berarti pembaharuan hukum terutama melalui perundang-undangan.
II. Tinjauan Umum Tentang Hibah Wasiat
Pengertian Hibah Wasiat
Hibah wasiat merupakan suatu jalan bagi pemilik harta kekayaan semasa hidupnya menyatakan keinginannya yang terakhir tentang pembagian harta peninggalannya kepada ahli waris yang baru akan berlaku setelah si pewaris meninggal dunia.
Pembatasan Dalam Hal Membuat Hibah Wasiat
Menurut Hukum Barat (KUHPerdata) pembatasan dalam hal membuat hibah wasiat yaitu tentang besar kecilnya harta warisan yang akan dibagi-bagikan kepada ahli waris yang disebut “Ligitime Portie”, atau ”wettelijk erfdeel” (besaran yang ditetapkan oleh Undang-Undang). Hal ini diatur dalam Pasal 913-929 KUHPerdata.
Ligitime Portie (bagian mutlak) adalah bagian dari harta peninggalan atau warisan yang harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus, terhadap bagaimana si pewaris dilarang menetapkan sesuatu baik yang berupa pemberian (Hibah) maupun hibah wasiat (Pasal 913 KUH Perdata ).
Dalam garis lurus keatas ( orang tua, kakek dan seterusnya ) bagian mutlak itu selamanya adalah setengah, yang menurut Undang – undang menjadi bagian tiap – tiap mereka dalam garis itu dalam pewarisan karena kematian.
Perlu juga diperhatikan bahwa anak luar kawin (anak angkat) yang telah diakui dijamin dengan jaminan mutlak,yaitu setengah dari bagian yang menurut Undang–
undang harus diperolehnya.
Seandainya tidak ada keluarga sedarah dalam garis lurus ke bawah dan ke atas serta tidak ada anak luar kawin yang telah diakui, maka hibah atau hibah wasiat boleh meliputi seluruh harta warisan.
Apabila ketentuan – ketentuan mengenai bagian mutlak seperti yang dijelas kan diatas dilanggar, maka pewaris yang dijamin dengan bagian mutlak itu dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan supaya hibah atau hibah wasiat tersebut dikurangi, sehingga tidak melanggar ketentuan Undang – Undang khususnya KUHPerdata. Jadi peraturan tentang bagian mutlak ini pada hakekatnya merupakan pembatasan terhadap kebebasan orang membuat testamen
Cara Pengibahan Wasiat
Menurut Pasal 931 KUH Perdata,bahwa dalam pembuatan wasiat atau hibah wasiat dapat lakukan dengan tiga cara yaitu :
1. Testamen Rahasia (geheim)
2. Testamen tidak rahasia (openbaar)
3. Testamen tertulis sendiri (olografis), biasanya bersifat rahasia ataupun tidak
Dalam Pasal 939 Ayat 2 KUH Perdata menerangkan bahwa kemungkinan saat si peninggal warisan menyatakan keinginan terakhirnya kepada Notaris tidak dihadiri oleh saksi-saksi dan Notaris menulisnya, jika hal ini benar maka sebelum tulisan Notaris ini dibacakan terlebih dahulu si peninggal warisan menyatakan keinginannya dengan singkat dan jelas di hadapan saksi-saksi.
Selanjutnya menurut Pasal 939 Ayat 3 KUH Perdata, tulisan Notaris ini baru bisa dibacakan dan dinyatakan terhadap si peninggal warisan, apakah benar bahwa pernyataan yang dibacakan itu adalah keinginan terakhir si wafat.
Pengumuman dan pembacaan serta tanya jawab ini, harus dilaksanakan pula. Jika pernyataan si peninggal warisan sebelumnya sudah dinyatakan dihadapan saksi.Setelah itu akta Notaris tersebut ditandatangani oleh Notaris, si peninggal warisan dan saksi-saksi. Seandainya si peninggal warisan tidak dapat menandatangani atau berhalangan datang, maka dengan ini harus dijelaskan pada akta notaris dengan terperinci. Di samping itu harus pula dijelaskan bahwa pada akta notaris ketentuan-ketentuan selengkapnya yang dibutuhkan ini telah dilakukan semuanya.
berdasarkan Pasal 935 KUH Perdata, bahwa si peninggal warisan diizinkan untuk menuliskan keinginan terakhirnya dalam surat di bawah tangan, maksudnya adalah tidak terdapatnya campur tangan seorang Notaris, namun dalam hal ini cuma mengenal penunjukkan orang-orang yang diwajibkan melaksanakan testamen (executeur testamentair), perihal pemesanan mengenai penguburan serta tentang penghibahan pakaian, perhiasan serta alatalat rumah tangga.
Nama : Angga Priyambada
Npm : 28211642
Kelas : 2EB08
Npm : 28211642
Kelas : 2EB08
Tidak ada komentar:
Posting Komentar