Minggu, 05 Mei 2013

Review Jurnal Hukum Perdata 1


PENGGUNAAN INDIRECT EVIDENCE (ALAT BUKTI TIDAKLANGSUNG) OLEH KPPU DALAM PROSES PEMBUKTIAN DUGAAN PRAKTIK KARTEL DI INDONESIA
 (STUDI DI KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA)

penulis      : Mutia Anggraini
kata kunci : Indirect Evidence/alat bukti tidak langsung, kartel, alat bukti.
sumber      : http:// hukum.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/01/JURNAL-Mutia-Anggraeni 0910110053.pdf


ABSTRAK
Permasalahan Penggunaan Indirect Evidence oleh KPPU dalam Proses Pembuktian Dugaan Praktik Kartel di Indonesia. Pilihan tema tersebut dilatar belakangi dari perkembangan isu yang menyatakan bahwa KPPU dalam praktiknya dapat menggunakan satu alat bukti. Alat bukti tersebut, yaitu alat bukti tidak langsung. Perbedaan penggunaan minimal alat bukti dalam hukum acara ini yang membuat penulis tertarik untuk menulis permasalahan
tersebut.Berdasarkan hal tersebut diatas, berikut  rumusan masalah:
 (1)Bagaimanakah penggunaan Indirect Evidence dalam proses pembuktian menurut
sistem pembuktian di Indonesia?
(2) Bagaimana penggunaan Indirect Evidenceoleh KPPU dalam membuktikan adanya dugaan kartel di Indonesia?
     Jawaban atas permasalahan yang ada bahwa penggunaan Indirect Evidence/alat bukti tidak langsung dalam proses pembuktian menurut sistem hukum pembuktian di Indonesia dapat digunakan sebagai alat bukti. Kedudukannya sebagai alat bukti tambahan. KPPU perlu mendapatkan alat bukti lainnya untuk memproses permasalahan hingga didapat suatu kesimpulan akhir atas adanya dugaan pelanggaran atau tidak atas UU No. 5 tahun 1999. Alat bukti tidak langsung tidak dapat digunakan sebagai alat bukti satu-satunya di dalam persidangan yang dilakukan oleh KPPU. Cara penggunaan Indirect evidence telah dikuatkan oleh Mahkamah Agung dalam putusan kasasi yang diajukan oleh KPPU atas pembatalan oleh Pengadilan Negeri Penggunaan Indirect Evidence oleh KPPU sebagai alat bukti awal indikator terjadinya kartel yaitu dengan menggunakan metode analisis ekonomi. Analisis ekonomi dalam beberapa kasus digunakan sebagai alat bukti awal diketahui bahwa ada dugaan praktik kartel. Analisis ekonomi ini berupa analisis dengan menggunakan faktor struktural dan faktor perilaku.

PENDAHULUAN
     Didunia terdapat tiga macam sistem ekonomi yang dianut oleh negaranegaradi belahan bumi ini.  Sistem ekonomi liberal, sosialis dan campuran.Indonesia memilih sistem ekonomi campuran.
     Negara sebagai pembuat kebijakan mengarahkan masyarakat untuk menjalankan persaingan usaha yang sehat. Hal ini untuk mendapatkan persaingan yang sehat tanpa ada keberpihakan pada golongan tertentu. Pasar yang membentuk harga secara alamiah. Khusus bagi perekonomian Indonesia, campur tangan pemerintah dapat dilakukan. “Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi”.
      Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur mengenai berbagai larangan bagi tindakan yang menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dari kegiatan maupun perjanjian diatara para pelaku usaha salah satunya kartel. Menurut ketentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, perjanjian kartel dibuat oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Perjanjian Kartel terjadi antara satu pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menghilangkan persaingan diantara keduanya.
     Proses Pembuktian Dalam Hukum Perdata yang dicari adalah kebenaran formil. Pencarian kebenaran materiil untuk membuktikan bahwa adanya akibat dari persaingan usaha tidak sehat tersebut, diperlukan keyakinan KPPU bahwa pelaku usaha melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang menyebabkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Keyakinan itu didapat dengan cara memastikan kebenaran atas laporan dan inisiatif KPPU atas dugaan terjadinya praktek kartel dengan cara melakukan penelitian, pengawasan, penyelidikan, dan pemeriksaan. Undang-Undang Nomor5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha TidakSehat dalam pasal 42 disebutkan ada lima alat bukti yang dapat digunakan bagiKomisi Pengawas Persaingan Usaha yaitu; keterangan saksi, keterangan ahli,surat dan atau dokumen, petunjuk dan keterangan pelaku usaha. Dalam KUHAPdan HIR alat bukti langsung tersebut diajukan masing-masing dalam pasal 184dan 164.
     Terdapat beberapa permasalahan yang timbul dengan penggunaan Indirect Evidence dalam indikasi kartel. Dalam pedoman pasal 11 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan usaha disebutkan bahwa “KPPU harus berupaya memperoleh satu atau lebih alat bukti”.2 Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa satu alat bukti cukup untuk menindaklanjuti laporan ataupun dugaan adanya indikasi kartel. Hal ini bertentangan dengan Hukum acara pidana. Hukum pidana menyatakan “satu bukti bukan bukti” (unus testis nullus testis). Minimal alat bukti yang sah menurut KUHAP, yaitu dua alat bukti. Ketidaksesuaian hukum pembuktian antara ketentuan pembuktian yang ada dalam hukum acara pidana dan hukum persaingan usaha yang kemudian menjadikan latar belakang penulisan skripsi. Hukum acara pidana menggunakan Direct Evidence sebagai bukti utama dalam hukum acara pidana, sedangkan Indirect Evidence yang menjadi dasar utama pembuktian di dalam hukum persaingan usaha. Penulis merasa tertarik meneliti permasalahan ini dalam suatu penelitian dengan judul “Penggunaan Indirect Evidence Oleh KPPU Dalam Proses Pembuktian Dugaan
Praktek Kartel Di Indonesia”.
     Ketidaksesuaian sistem pembuktian antara hukum acara pidana, hukumacara perdata dan hukum acara persaingan usaha ini yang kemudian menjadikanpenulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dan penulisan dalam skripsi yang berjudul “Penggunaan Indirect Evidence Oleh KPPU Dalam Proses Pembuktian Dugaan Praktek Kartel Di Indonesia”.


Nama  : Angga Priyambada
Npm   : 28211642
Kelas  : 2EB08

Tidak ada komentar:

Posting Komentar